Jakarta - Meski prevalensi stunting dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 mengatakan angka penurunan sebesar 30,8 persen, provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) terlampau mempunyai persentase balita stunting cukup tinggi yakni 42,6 persen.
Untuk itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Pertanian, dan Industri mengarahkan aktivitas penanggulangan stunting di kawasan yang mempunyai prevalensi stunting tinggi.
"Stunting ada di seluruh Indonesia. Kita fokus kepada kawasan yang stunting rate-nya relatif tinggi. Contoh kawasan paling tinggi itu di NTT," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Prof Bambang Brodjonegoro, PhD, dikala ditemui pada Agenda Hari Gizi Nasional di Kantor Kementerian Kesehatan, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).
Prof Bambang melanjutkan, adanya fokus di area dengan prevalensi stunting tinggi bukan berarti kawasan lain tidak menerima perhatian. Sebab, stunting masih terjadi di semua provinsi di Indonesia.
"Intinya begini, bukan berapa kawasan yang akan diintervensi tapi ujungnya ialah tingkat stuntingnya. Kita berhasil menurunkan, tentunya kita punya ambisi turun terus," ujarnya.
Karena dengan angka 30 persen dikala ini jumlahnya masih sangat besar yang bahayanya akan membuat kemiskinan di masa depan," pungkasnya.
Post a Comment
Post a Comment