Sudah berulang kali mencar ilmu nyetir motor tapi kesannya masih nihil. Nol besar, gagal. Yang ada motor jatuh ke dalam parit, Alhamdulillah sayanya gak kenapa-kenapa tapi yang ajarin bengkak sana sini. Maafkan, Yah! Saya orisinil iri alasannya waktu itu belajarnya bareng Adik, eeh malah si Adik lebih dulu sanggup padahal waktu itu si Adik masih Sekolah Menengah Pertama sedang saya udah segede gaban, hahahah. Yasudaah, sekali lagi - memang nasiiiib! Hiikks, nangis dipojokan.
Nah, pada pertemuan kelima harusnya udah keluar arena, which is belajarnya udah boleh di jalan raya. Tapi yang ada alasannya saya yang masih meleok-leok belum fokus, barulah di pertemuan keenam dibawa keluar ke jalan raya. Mana pula pas waktu itu sanggup kendaraan beroda empat tua, hiiks. Beda dengan yang saya gunakan dikala latihan di hari-hari sebelummya. Setirnya itu berat boookk! Mungkin alasannya tidak biasa aja kali yah? Jadinya gitu deh. Pada pertemuan selanjutnya diajarkan untuk melewati jalan yang zig zag dengan memakai alat bantu rintangan. Lagi-lagi saya tidak berhasil dengan baik. Kelihatan banget deh si Instruktur mulai stress lihat saya yang susah menangkap materinya, tapi gak diungkapkannya, hahhahh. Kasihan banget deh saya, hihihih. Tapi saya membisu aja, gak banyak bantah klo diajarin takut si Instruktur jadi murka 👻
Setelah 9 kali pertemuan, berarti jatah mencar ilmu saya di daerah kursus itu berakhir sudah. Senang? Gak tuh, biasa ajah. Saya belum puas dengan belajarnya. Jadilah saya bujuk rayu ke Pak Suami lagi untuk ajarin saya supaya mahir. Toh, saya udah tahu dasarnya kan. Tinggal banyak latihan dan keberanian supaya sanggup menyetir sendiri. Jangan harap sanggup semudah meminta uang belanja untuk mengabulkan permohonan saya ini. Saya harus menunggu hari yang dijanjikannya itu, plus juga masih banyak embel-embelnya pula, fufufuhh.
Akhirnya, Minggu pagi yang dinanti itu tiba juga. Senang banget. Seperti anak kecil yang udah usang dijanjikan permen oleh ortunya. Saya pun dengan semangat memulai hari itu. Jadilah titip Faraz dulu ke rumah Tante terus kami lanjut ke salah satu daerah yang memang sudah jadi andalan orang latihan mencar ilmu nyetir di Kota Kendari ini, area Kantor Gubernur tempatnya. Walaupun Pak Suami lebih banyak cincong dan banyak teori dibanding Instruktur di daerah kursus, saya manut sajalah latihannya. Tapi berhubung alasannya Beliau masih ada urusan yang harus diselesaikan jadilah Beliau mendelegasikan seorang Teman kami untuk menemani saya latihan hari itu.
So far, semua berjalan baik. Udah mulai sedikit lancar dan tidak bengkok-bengkok lagi menyerupai waktu kursus. Sudah mulai sanggup ambil haluan kiri maupun kanan juga. PDlah saya udah mulai bisa, tinggal dipermahir lagi. Berhubung haus, saya bilang ke si Teman untuk istirahat sejenak sambil minum es di pinggir jalan untuk melepas dahaga kami. Setelah minuman habis saya minta lanjut latihan lagi. Tapi kali ini saya tidak mau di rute yang sama, saya coba minta dibawa ke jalan yang lebih rame lagi biar ada 'tantangannya' heheheh.
Alhamdulillah sih lancar. Bahkan tidak terasa saya sudah jauh meninggalkan area kota, sudah menuju ke jalan arah bandara dan saya pun mulai tidak nyaman. Saya bilang kita balik saja dan si Teman arahkan supaya saya putar balik saja klo begitu. Namun sayangnya kali ini saya tidak sanggup mengontrol kemudi dan insiden itu terjadi begitu cepat. Saya panik, si Teman juga jadi panik. Ban kendaraan beroda empat telah naik ke atas trotoar! Saya tidak sanggup berbuat apa-apa lagi. Shock! Langsung keluar dari kendaraan beroda empat dan lihat apa yang terjadi. Huaaa, kendaraan beroda empat sudah terjepit di antara pohon. Mobil baret kanan dan kiri.
Warga sekitar berdatangan membantu supaya kendaraan beroda empat kembali ke posisi yang benar. Tentu bukan saya lagi yang dibalik kemudi. Kami diinstruksikan supaya segera meninggalkan daerah itu, takutnya nanti ada pihak yang berwajib yang melintas dan melihat insiden itu kemudian mempersulit kami. Sepanjang perjalanan pulang itu saya menghubungi Pak Suami namun HPnya tidak aktif. Sementara si Teman sudah panik dan takut kena murka Pak Suami.
Saya minta diantarkan kembali ke rumah Tante saja alasannya saya juga sudah lelah dan panik, belum hilang shock dan was-was juga alasannya belum sanggup berhasil menghubungi Pak Suami. Lepas Magrib barulah Pak Suami balik dan saya pribadi melaporkan insiden sore tadi. Responnya cuma diam, saya sih sudah tahu maksud diamnya itu yang berarti doi marah, hiiks. Balik ke rumah juga dengan diam-diaman. Barulah di rumah Beliau mengeluarkan semua uneg-unegnya dan menawarkan ultimatum ke saya supaya tidak menyentuh kendaraan beroda empat lagi! Dilarang keras untuk menyetir lagi! Huaaaa, ampuuun daaah 😓
Kata Pak Suami, masih beruntung saya ini sanggup dibilang kecelakaan tunggal. Tidak ada korban lain yang terluka. Tidak ada kendaraan lain yang jadi korban. Itulah yang selama ini dikhawatirkannya kenapa selama ini Beliau banyak alasan klo saya ingin mencar ilmu menyetir, tidak pribadi mengiyakan kalau saya minta diajarkan untuk sanggup menyetir. Saya membela diri dengan memberinya alasan bahwa kalau saya sanggup menyetir saya tidak perlu lagi terlalu bergantung padanya kalau saya butuh sesuatu, selain itu kelak nanti juga akan berkhasiat untuk antar jemput belum dewasa ke sekolah dan lain sebagainya. Yasudahlah, saya tidak mau berdebat lebih panjang lagi. Jika emosi terus dilawan nanti sanggup berabe kelanjutannya.
Baca juga: Pengen Bisa Nyetiiiirrr
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.