0 Comment
Kartu Indonesia Sehat. Foto: detik Kartu Indonesia Sehat. Foto: detik

Jakarta - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memperkirakan, penerapan urun biaya BPJS Kesehatan belum sanggup dilaksanakan dalam waktu dekat. Sedikitnya ada 2 faktor yang menjadikan hal tersebut.

"Aturan ini gres menetapkan besaran maksimal, berarti sanggup ada jumlah yang kecil dengan kondisi tertentu. Kita juga belum menetapkan jenis pelayanan yang sanggup urun biaya dan pelaksanaannya untuk pekerja formal," kata Wakil Ketua Komisi Kebijakan DJSN Ahmad Anshori, pada detikHealth Minggu (20/01/2019).

Penetapan hukum teknis ini perlu komitmen antara rumah sakit, pemerintah, dan unsur masyarakat. Peserta Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tetap harus menerima manfaat maksimal dengan urun biaya.

Anshori mengatakan, secara umum DJSN mendukung pemerintah terkait urun biaya. Aturan membantu masyarakat berguru untuk menjaga kesehatan tidak hanya mengobati penyakit. Tentunya kebijakan harus diiringi pengawasan agar sanggup terealisasi dengan baik.



Belum terlaksananya hukum urun biaya dalam waktu dekat, juga dikatakan Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani. Saat ini pihaknya masih mempertimbangkan formula kebijakan yang tepat.

"Kita masih menunggu anjuran dari para stakeholders. Usulan inilah yang nanti akan dibahas. Saat ini belum semua anjuran masuk," kata Kalsum.

Sebelumnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomer 51 Tahun 2018 menetapkan urun biaya pada akseptor BPJS Kesehatan. Peserta dikenakan biaya tiap kali kunjungan rawat jalan sebesar Rp 20.000 untuk rumah sakit tipe A dan B, serta C dan D sebesar Rp 10.000.

Besaran urun biaya untuk rawat inap yakni 10 persen dari total tarif dalam Indonesian Case Based Groups (INA CBG's). Tarif dibayar tiap kali rawat inap atau maksimal Rp 30 juta. Urun biaya dikenakan pada layanan yang sanggup terjadi penyalahgunaan alasannya selera atau sikap peserta.

Post a Comment

 
Top